Thursday, 28 March 2013

Dinasti Politik


Keberadaan sistem politik di indonesia selalu menjadi topik hangat dalam semua warna perpolitikan, karena eksistensi pemegang dan pengguna politikpun beragam. Kekuasaan yang terbatas dengan waktu menjadi satu pembatas yang sangat kuat, dengan hanya 2 periode kekuasaan di daerah ataupun negara sangat diperhitungkan bila seorang warga negara memiliki hak mencalonkan diri. Begitu hangatnya diperbincangkan tentang Politik Dinasti akhir-akhir ini, bahkan dalam RUU PILKADA dicantumkan bahwasannya istri/suami, anak/menantu, bapak, kakak/adik dilarang mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah. Sungguh mengekang hak asasi seseorang berkarir dalam dunia politik, bila itu terjadi maka akan adanya banyak pertentangan. Bila kita lihat lebih dalam, memang banyak sekali terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Namun itu wajar bila kualitasnya sama dengan apa yang telah dilakukan pendahulunya, coba kita tanya pada beberapa daerah yang merasakan hal seperti itu, apa ada alasan yang membuat tatanan masyarakat lebih buruk setelah kekuasaan atau kepemimpinan salah satu anggota keluarga menggantikan pendahulunya. Alasan yang rasional bila kerabat menjadi pengganti kepala daerah diperiode berikutnya karena dipercaya oleh masyarakat, mengapa disebut dipercaya karena peserta memilihpun bukan hanya berasal dari kerabatnya, tapi seluruh warga daerah yang tidak emiliki status kerabat atau hubungan darah keluarga. Dari sinipun kita dapat sedikit menyimpulkan, bahwa kepala daerah terpilih bukan karena adanya nepotisme dalam skala pemilihan. Tentunya karena suara pemilih bukan hanya mengandalkan suara dari kerabat, warga negara Indonesia itu mencapai sekitar 257.516.167 jiwa maka tidak dapat dipungkiri bila popularitas seseorang itu akan menjadi kunci kesuksesan dalam sebuah pemilihan. Salah satu dari isi RUU tersebut juga menyebutkan bahwa wakil kepala daerah haruslah terpilih dari PNS berkarir, karena terdapat banyak sekali konflik yang mengakibatkan sistem birokrasi mendapatkan efek negatif dari konflik tersebut. Berdasarkan catatan Kemendagri, dari 324 Pemilukada hanya 24 pasang calon kepala daerah dan wakilnya saja yang maju lagi sebagai pasangan incumben. Ini bukanlah masalah yang besar, karena kecocokan pasangan itu tidak harus didasarkan pada pertahanan atau tidaknya mereka mencalonkan bersama kembali. Toh sama saja bila pasangan tersebut maju karena memiliki catatan buruk dan saling menutupi, maka dari itu tidak ada alasan yang kuat bila semua alsan tersebut menjadi pertimbangan wakil kepala daerah harus terpilih dari PNS berkarir. Resiko dan efek negatif yang sangat besar bila wakil kepala daerah terpilih dari PNS dan dapat dengan mudah dimanfaatkan, maka kekuasaan satu tangan akan lebih mudah dilakukan oleh kepala daerah yang memiliki wakil seperti itu. Apalagi terdapat opsi kalau wakil kepala daerah dapat terpilih lebih dari satu, dengan alasan kebutuhan jumlah pimpinan di setiap daerah. Dari aspek inilah konflik-konflik akan lebih mudah terjadi, karena lebih banyak kepala maka akan lebih banyak pula pemikiran yang berbeda. Alasannya, PNS pun tidak dapat dianggap tidak mengerti cara berpolitik yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Jabatan Wakil Kepala Daerah itu sangat besar bila ditangani oleh pejabat yang berdiri dipemerintahan sebagai PNS, lebih cocok bila ditangani oleh politisi yang memiliki tujuan membangun koalisi yang baik. Tentu saja kita dapat membandingkan bila orang yang tidak tahu apa-apa menjadi seorang penguasa kedua setelah kepala daerah memegang tanggungjawab yang besar, maka akan senantiasa memberikan kejutan yang tidak sebaik dari pemilik kelebihan khusus dalam ilmu politik. Walaupun kita menganggap kalau ini adalah Politik Dinasti, namun bila memberikan hasil positif bagi masyarakat maka apa salahnya. Bagaimanapun politik memberikan suatu warna yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat, karena yang harus kita tau adalah masyarakat tidak akan memikirkan sistem politik tapi akan lebih berharap pada kesejahteraan hidupnya. Seperti, kesehatan gratis, pendidikan gratis dan semua aspek yang dapat mensejahterakan kehidupannya. Hak politik semua warga negara itu sangat penting, disaat satu badan yang menjadi penguasa selama-lamanya akan menjadi pintu cahaya bagi kelangsungan masyarakat indonesia maka tidak menjadi hambatan untuk terus berkuasa. Apalah arti dari sebuah peraturan kalau hanya menjadikan sebab masyarakat banyak berkeluh kesah pada negaranya, maka dari itu semua yang terjadi pada kehidupan warga negara tergantung pada siapa yang sesungguhnya pantas menjadi pemimpinnya.

0 Comments:

Post a Comment